October 29, 2018

Traveling


Bersepeda Ke Umbul Leses, Pengging






       Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten adalah surga umbul. Umbul atau mata air yang tersebar di dua wilayah itu tak hanya sekedar mata air. Banyak cerita yang mengiringi keberadaan umbul berair jernih tersebut. Kali ini yang ingin saya ceritakan adalah perjalananku bersama teman-teman penyuka sepeda lipat di kota Solo, menuju Umbul Leses Pengging, Boyolali.

       Sekitar jam 6.30 kami bertemu di daerah Gentan untuk memulai perjalanan. Rute yang sebenarnya sering kami lalui setiap bersepeda gembira. Baki menuju Gawok kemudian ke Gatak. Selama perjalanan seperti biasa kami gowes pedal sambil bercerita dan tertawa lepas. Rute keluar dari jalan raya, sawah-sawah dan ladang menyapa kami. Pemandangan inilah yang menyenangkan. Cuma sayangnya sebagian sedang panen, sehingga banyak jerami yang harus kami hindari. Jujur, gowes kali ini aku tidak tahu finisnya. Setiap tanya pada salah satu teman yang jadi penunjuk arah, dia hanya tertawa jahil, " rahasiaaa.. pokoknya keren kalo buat foto, enak buat istirahat,". Oke deh, fix, dia nyebelin. hahahaha.. 

          Karena kami memang berniat bersepeda santai, sekitar jam 8.30 kami sampai pada sebuah kampung yang dikelilingi pohon-pohon besar. Jalan ini sering kami lewati setiap akan gowes ke umbul Pengging. Kami berhenti kemudian salah satu teman menyeberang, aku ikutan dong, daripada ketinggalan jejak. Ternyata ketika sampai di seberang jalan, ada gapura yang terbuat dari batu bata, dan dibangun mirip candi jawa timuran. Tapi sayangnya, aku terlewat tidak mendokumentasikannya. 
Setelah memasuki gerbang, sepeda harus dijinjing turun ke bawah. Jalan turunan itu bukan lagi setapak, tetapi sudah berupa anak tangga. Sedikit curam memang, tetapi anak tangga yang dibangun cukup memungkinkan kaki tidak terpeleset. Sampai di dasar anak tangga, taraaaaa... sampai juga di Umbul Leles..!

       Pohon-pohon yang tumbuh usianya sudah mencapai ratusan tahun. Konon, sendang yang ada dibalik pohon itu, yakni umbul leles, pernah menjadi perhentian Pangeran Diponegoro yang sedang bersembunyi dari kejaran tentara kolonial Belanda dalam Perang Jawa. Hayooo.. pada inget kan, kapan perang jawa? hehehehe... 
Pohon-pohon leses ini memiliki ceruk yang dalam. Ceruk itu terbentuk karena akar-akar pohon yang kokoh dan melebar. Setiap ceruk ada jejak-jejak dupa dan bunga-bunga kering. Masyarakat sekitar masih menganggap tempat ini wingit. Dan ... memang agak nganu sih.. hehehe

     Umbul Leses, hingga saat ini lebih dikenal sebagai tempat untuk berziarah. Kalau orang jawa dulu  kadang melakukan 'Nepi' atau menyendiri di sini.  Tetapi pengunjung yang berziarah masih sering datang, biasanya ramai setiap Jumat Kliwon. Mata air jernih yang tidak seberapa luas ini mampu mengairi 40 hektar sawah di sekitar umbul. Dan lagi-lagi aku tidak dapat mengabadikannya karena umbul sedang ada yang memakai, seorang nenek yang sedang mandi. Duh, saat itu aku merasa berada di era dunia persilatan. Simbah putri yang sedang membasuh badan itu bak pendekar pertapa yang sakti. 

Cukup lama juga kami bercengkrama, minum, melepas lelah di umbul yang sejuk itu. Air yang bergemericik, aroma biji-biji leses yang busuk terinjak atau gugur karena angin. Membuat malas beranjak. Tapi begitu mengingat jarak yang harus kami lalui, ya sudah.. kami bangkit dan menggendong sepeda-sepeda mungil kami. Oh iya, karena aku cewek sendiri, sepeda saya dibantu angkut oleh Om Surya, Pegowes baik hati sahabat kami. Kamsahamnidaa..Oomm Syuurr.. 

Umbul Leles kami tinggalkan dengan rasa sejuk. Perjalanan selanjutnya menuju pasar Pengging, kami akan berburu Kare dan Sosis Bedug. Yuummyyy...
Nah, bersepeda tidak perlu terlalu serius dan ngaya, yang penting sehat, bahagia, dan banyak sahabat. Di situ nikmat akan didapat.. Kita ketemu lagi di cerita perjalananku naik sepeda yang lain yaa, terima kasih sudah berkunjung.



           

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook